Lombokvibes.com, Lombok Utara – Kaca pembesar yang dulu selalu disimpan di saku celana sekolah kini menjadi inspirasi utama dalam karya cerita anak perdana Deta Novian Ariesandy. Meski baru pertama kali menulis cerita anak, perempuan asal Kecamatan Pemenang ini telah lama akrab dengan dunia tulis-menulis dan lomba sejak duduk di bangku SD.
Kenangan masa kecilnya yang penuh rasa penasaran menjadi pondasi kuat dalam cerita berjudul Kumbeq Tan Nyalayang Api (Bagaimana Cara Menyalakan Api). Karya ini diikutsertakan dalam Sayembara Penulisan Cerita Anak Dwibahasa Tahun 2025 yang digelar oleh Balai Bahasa Provinsi NTB.
“Waktu kecil saya sering membawa kaca pembesar ke sekolah, disimpan di saku celana. Saya menggunakannya untuk melihat daun, serangga, atau benda kecil lainnya lebih dekat,” kenang Deta.
Ketertarikannya pada benda sederhana seperti kaca pembesar muncul dari dorongan orang tua yang memberikan banyak bacaan sejak dini. Dari salah satu buku, Deta mengetahui bahwa kaca pembesar bisa digunakan untuk menyalakan api tanpa korek api.
“Karena itu saya menghadirkan tokoh Wawa dalam cerita anak ini. Wawa adalah cerminan saya sendiri waktu kecil, yang selalu ingin tahu dan suka bereksperimen,” jelasnya.
Tak hanya soal rasa ingin tahu anak-anak, cerita tersebut juga menggambarkan hubungan hangat antara cucu dan nenek. Meski jarang bertemu karena jarak rumah yang jauh, kasih sayang nenek tetap terasa oleh Deta, dan itu ia tuangkan dalam tulisannya.
“Saya ingin menunjukkan bahwa kasih sayang nenek itu tidak terbatas, dan saya harap anak-anak yang membaca bisa menyadari betapa pentingnya kasih sayang dari nenek atau kakek mereka,” ujarnya.
Deta mengaku, menulis telah menjadi hobi sejak kecil. Ia sudah kerap mengikuti lomba menulis sejak SD hingga SMA, baik lomba menulis opini, cerita pendek, maupun puisi. Beberapa karyanya telah diterbitkan dalam bentuk antologi cerpen, seperti Bicaralah Cintaku yang diterbitkan oleh Republika, Melihat dari Sisi Sebaliknya terbitan Zukzez Story, dan Meraih Mimpi. Selain itu, cerpennya berjudul The Story of Alfheim dimuat dalam Story Magazine.
Meski telah lama menulis, mengikuti sayembara penulisan cerita anak dwibahasa menjadi pengalaman yang berbeda bagi Deta. Pasalnya, kali ini ia menulis dalam Bahasa Sasak khas Lombok Utara, bahasa daerah yang sangat lekat dengan identitasnya.
“Bisa menulis dalam Bahasa Sasak adalah hal yang sangat berharga bagi saya. Semoga cerita ini bisa memotivasi anak-anak untuk terus belajar, menjaga rasa ingin tahu, dan tetap mencintai budaya serta tanah kelahirannya,” pungkasnya.





























