Lombokvibes.com, Mataram— Aroma laut dan pesan cinta lingkungan berpadu dalam pergelaran wayang botol bertajuk Octo Si Penjaga Laut, yang sukses digelar di Taman Budaya Mataram pada Hari Bumi.
Pertunjukan ini tak sekadar hiburan. Ia menjelma menjadi simbol persahabatan dua bangsa—Indonesia dan Prancis—yang telah terjalin selama 75 tahun, sekaligus menandai satu dekade kiprah Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS).
Dibawakan oleh anak-anak luar biasa dari SLB 1 Mataram bersama siswa SPWS, kisahnya sederhana namun menggugah: Hake, ikan kecil dari Teluk Biscay, tersesat di lautan Indonesia. Ia diselamatkan Octo, seekor gurita baik hati.
Namun petualangan mereka terganggu oleh kemunculan “Raksasa Sampah”, simbol nyata dari krisis lingkungan yang kini mengancam laut dunia.
Penonton yang memadati gedung—mulai dari siswa SLB, SMK, hingga SMA se-Lombok—disuguhi pementasan penuh pesan moral dan visual kreatif. Wayang botol—boneka daur ulang dari botol plastik—bertransformasi menjadi medium kampanye lingkungan dan jembatan budaya lintas negara.
“Saya sangat terinspirasi,” ujar Lia, siswi SMK 1 Narmada.
“Anak-anak SLB saja bisa tampil percaya diri, saya jadi semangat belajar main wayang,” ujarnya.
Tak hanya menyaksikan, anak-anak SLB juga diberi ruang untuk tampil, membawa wayang botol mereka sendiri dan berbagi cerita tentang impian mereka. Sebuah momentum langka yang penuh keberanian dan haru.
Pikong Fitri Rachmawati, penggagas SPWS sekaligus sutradara pertunjukan, menegaskan bahwa wayang botol bukan sekadar inovasi seni, tetapi strategi pelestarian budaya.
“Melalui pertunjukan ini, kami ingin anak-anak cinta lingkungan dan tak kehilangan jejak seni wayang Sasak,” ujarnya.
Lakon ditutup dengan aksi kolektif mengusir Raksasa Sampah, dibantu tokoh bijak Raden Umar Maye. Penonton tak hanya menyaksikan, tapi juga terlibat aktif—simbol bahwa perubahan dimulai dari kita semua.
Pertunjukan ini tak hanya digelar secara langsung, tapi juga disiarkan lewat Zoom dan kanal YouTube Sekolah Wayang Sasak. Respons positif datang dari penonton daring, termasuk dari Rizkiyah yang menyebut bahwa “Watol”—julukan sayang untuk wayang botol—akan segera ‘tour’ ke Eropa.
“Wayang Botol bisa jadi alat kampanye apa pun, dari isu lingkungan sampai pencegahan pernikahan anak,” tambah Rizkiyah.
Sementara Kepala SLBN 1 Mataram, Kamtono, berharap lebih banyak sekolah menghidupkan pertunjukan semacam ini.
“Agar warisan budaya kita tetap hidup, dari Lombok ke dunia,” tutupnya.
Very good https://lc.cx/xjXBQT
Awesome https://lc.cx/xjXBQT
Very good https://lc.cx/xjXBQT
Awesome https://lc.cx/xjXBQT
Very good https://t.ly/tndaA