Peraras 8: Menyatukan gagasan, menghidupkan seni kampus di NTB

Property of Lombokvibes media.
Property of Lombokvibes media.

Lombokvibes.com, Mataram— Forum diskusi Peraras 8 yang digelar oleh Lampaq\[k] Art Community menghadirkan nuansa hangat dan reflektif dalam membahas peran Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seni di lingkungan kampus. 

Bertajuk “UKM dan Budaya Seni Kampus”, acara ini menjadi ajang pertemuan lintas kampus dan komunitas yang memperkuat jalinan solidaritas antar pelaku seni di Nusa Tenggara Barat.

Tiga narasumber utama hadir membagikan pengalaman dari ruang kreatif masing-masing: Wagiman dari UKM Teater Putih FKIP Universitas Mataram, Rido dari Sasentra Universitas Muhammadiyah Mataram, dan Aldis dari Hima Sendratasik Universitas Nahdlatul Ulama NTB. 

Diskusi mengalir membahas seni sebagai wadah ekspresi, ruang edukasi, dan jembatan nilai-nilai budaya lokal menuju ranah global.

Dalam forum ini, para narasumber mengupas bagaimana UKM seni menjadi wadah ekspresi mahasiswa, membentuk solidaritas, serta menjembatani nilai-nilai lokal dan wacana global melalui karya. Diskusi berlangsung hangat dan interaktif, dihadiri oleh mahasiswa lintas kampus, pegiat seni, dan komunitas budaya lokal.

Wahyu, Ketua Lampaq\[k], menekankan bahwa Peraras adalah ruang dialektika. Bukan sekadar forum presentasi, melainkan ajang kolaborasi yang mendorong pertukaran gagasan dan solidaritas antar komunitas.

“Peraras berarti ‘pertemuan yang menyatukan gagasan’, dan itulah semangat utama forum ini. Kami rutin mengadakannya setiap bulan sebagai ruang dialektika seni dan budaya antar pelaku seni lintas komunitas. Tujuannya sederhana namun penting untuk menjaga nyala kreativitas dan membangun jejaring seni yang kuat di NTB,” jelas Wahyu, Selaku Ketua dari Lampaq[k] Art Community.

Sementara, Latif dari Sekolah Pedalangan Wayang Sasak menyoroti pentingnya ruang aman dan terbuka bagi mahasiswa untuk mengekspresikan diri secara bebas. Seniman muda Andika juga menegaskan bahwa proses kreatif harus mendapat penghargaan yang setara dengan hasil akhir pertunjukan.

“Diskusi ini membuka mata kita bahwa tantangan terbesar komunitas Seni dan UKM seni bukan hanya soal pendanaan atau fasilitas, tapi bagaimana kita membangun komitmen bersama lintas kampus maupun komunitas seni, untuk menjaga ruh seni tetap hidup. Kita perlu menciptakan ruang aman dan terbuka agar kreativitas mahasiswa bisa tumbuh tanpa batas,” ujar Latif, salah satu peserta yang juga aktivis dari Sekolah Pedalangan Wayang Sasak.

Andika seorang seniman muda yang aktif diberbagi ruang kumunitas. Menyoroti beberapa tantangan antara lain minimnya dukungan fasilitas, kurangnya apresiasi dari civitas akademika, hingga ekspresi publik sering kali mengabaikan proses kreatif seniman.

Peraras 8 tidak hanya menjadi ruang temu gagasan, tetapi juga refleksi bersama mengenai pentingnya keberlanjutan ekosistem seni kampus yang inklusif, progresif, dan berpihak pada nilai-nilai budaya lokal.

Acara ini memperkuat tujuan Lampaq[k] Art Community untuk menghadirkan ruang dialog dan diskusi kebudayaan yang kritis dan kolaboratif di NTB.

Peraras 8 membuktikan bahwa seni di kampus bukan hanya bertahan dalam keterbatasan, tapi mampu tumbuh dan memberi dampak. Forum seperti ini menjadi bukti bahwa semangat kolaboratif dan reflektif tetap hidup dalam denyut kebudayaan NTB.

Seni, sebagaimana disuarakan dalam forum ini, adalah perlawanan, perenungan, dan perayaan kehidupan yang tak pernah usai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *