Lombokvibes.com, Mataram– Di tengah masyarakat yang dikenal ramah dan religius, Nusa Tenggara Barat menyimpan kenyataan lain yang jarang dibicarakan: gangguan kesehatan jiwa masih menjadi persoalan serius.
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI), NTB masih mencatat angka penderita gangguan jiwa yang cukup tinggi, baik kategori berat seperti skizofrenia, maupun gangguan ringan seperti kecemasan, depresi, hingga insomnia.
Masalah ini tak hanya soal jumlah, tapi juga tentang kesadaran masyarakat yang masih rendah untuk mencari pertolongan. Stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) masih kuat, bahkan di beberapa daerah, kasus pemasungan masih ditemukan.
Di tengah kenyataan itu, Pemerintah Provinsi NTB melalui RSJ Mutiara Sukma mencoba mengubah arah. Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2025 yang digelar bersama RS Mata NTB, Jumat (17/10/2025), di halaman Kantor Gubernur NTB, dijadikan momentum untuk menumbuhkan empati dan membuka ruang dialog.
Direktur RSJ Mutiara Sukma, dr. Wiwin Nurhasida, menegaskan bahwa isu kesehatan jiwa bukan hanya urusan medis, tetapi juga sosial dan budaya.
“Ada hari di mana kita diingatkan kembali untuk menjaga jiwa tetap sehat, di segala kondisi dan situasi. Karena gangguan jiwa bisa dialami siapa pun, bahkan orang yang tampak baik-baik saja,” ujarnya.
Dalam kegiatan tersebut, masyarakat diajak melakukan tes kesehatan jiwa menggunakan Self Reporting Questionnaire(SRQ), pemeriksaan stres dengan Stress Analyzer, serta konsultasi langsung bersama dokter dan psikolog klinis.
Menurut dr. Wiwin, kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kondisi mentalnya mulai meningkat, namun masih perlu dorongan agar tidak lagi malu mengakui jika sedang tidak baik-baik saja.
“Kita masih menghadapi stigma. Banyak yang berpikir kalau ke rumah sakit jiwa berarti ‘gila’. Padahal, sebagian besar hanya butuh ruang tenang, butuh teman bicara, dan butuh diterima,” jelasnya.
Ia menambahkan, gangguan jiwa di NTB kerap dipicu oleh tekanan ekonomi, konflik keluarga, kehilangan pekerjaan, dan dampak sosial dari pandemi yang masih tersisa.
Pj Sekda NTB, H. Lalu Moh. Faozal, yang hadir dalam acara tersebut, menegaskan komitmen pemerintah untuk terus memperkuat layanan kesehatan mental di daerah.
“Rumah sakit kita harus terus memberi manfaat bagi masyarakat, baik dalam kesehatan fisik maupun jiwa. Keduanya sama penting,” katanya.
Kegiatan itu juga dirangkaikan dengan peringatan Hari Penglihatan Sedunia oleh RS Mata NTB, sebagai simbol keseimbangan antara tubuh dan pikiran — antara yang tampak dan yang tersembunyi.
Direktur RS Mata NTB, dr. Cahya Dessy Rahmawati, Sp.M, menuturkan pentingnya menjaga kesehatan mata sejak dini agar masyarakat tidak kehilangan fungsi penglihatan akibat penyakit yang bisa dicegah.
“Gangguan mata sering kali disepelekan, sama seperti gangguan jiwa. Padahal, keduanya memengaruhi kualitas hidup seseorang,” ujarnya.
Lewat dua momentum ini, NTB seolah mengingatkan warganya: sehat tidak cukup hanya dengan tubuh yang kuat, tapi juga pikiran yang tenang dan hati yang seimbang.