Lombokvibes.com, Lombok Utara– Pulau Lombok sangat kaya akan warisan leluhur yang masih dijaga sama saat ini. Adat istiadat yang masih kental masih dapat kita jumpai dimana-mana.
Salah satunya adalah tradisi upcara adat Nyoyang, atau menyoyang (nyiu, nyaweang, 1000 hari).
Upacara Nyoyang yaitu proses terakhir atau puncak dari rangkaian upakara gawe ala (Gawe Mate) dari nelung, mituk, nyiwak, matang puluh, nyatus, dan Nyiu sehingga menjadi sempurna.
Upacara nyoyang ini dilakukan selama tiga hari, dimulai dari prosesi pengambilan batu mesan (nisan) di tempat yang sudah di tentukan yaitu Lokok Saong Kec. Gangga Desa Bentek, yang dilakukan oleh sanak keluarga dari almarhum dan almarhumah. Pengambilan batu mesan dipimpin mangku dan kyai.
Batu mesan yang telah diambil, kemudian dibawa untuk disemayamkan di Masjid selama satu malam.
Kemudian, batu mesan yang telah disemayamkan di masjid tersebut diambil kembali dan dibawa oleh sanak keluarga dibawa ke berugah atau berugak Agung, kekelat (pusat upakara) untuk dilakukan prosesi pencucian yang dipimpin oleh para kyai.
Pada prosesi itu, ada 3 tempat/kolah yang digunakan yang berisi air, yaitu air pertama untuk nyiramang secara biasa, kemudian pindah ke kolah yang ke-dua untuk dibersihkan dengan wewangian berupa sabun, kemudian dipindahkan ke kolah yang keke-3 disucikan dengan air yang berisi kembang.
Selanjutnya, batu mesan tersebut dibungkus dengan kain putih dan kemudian dikengkem (disemayamkan/ ditaruh/ diinapkan) satu malam di balik Berugak Agung.
Pada sore hari setelah sholat ashar dilakukan meroah ngaji mesan dan meroah buka Al-quran. Setelah sholat Isya dilanjutkan dengan prosesi mengaji Al-quran yang dibaca oleh para kyai penghulu se-desa Tanjung.
Prosesi dilanjutkan dengan acara lemurut, yang merupakan prosesi pembersihan / penyucian kyai penghulu yang akan mengikuti upakara pada keesokan harinya yang berupa penyemprotan wangi-wangian dan bedak pembersih kepada kyai penghulu. Prosesi tersebut dilakukan oleh keluarga terdekat, anak, istri, suami, cucu dan sebagainya.
Para kyai disimbolisasi sebagai arwah-arwah almarhum dan almarhumah yg harus disucikan. Acara lanjutan dilakukan pembacaan pepaosan dengan membaca kitab Tapel ADAM .
Kemudian pada hari ke-3, dilakukan Prosesi membawa mesan ke pusara masing-masing almarhum dan almarhumah oleh sanak keluarganya dengan membawa dulang Sanganan, lekesan, cerek dan pedupayan yang dipimpin oleh masing-masing kyai yang ditunjuk.
Prosesi ini dilakukan untuk menganti batu mesan yang sudah ada dengan batu mesan yang sudah disucikan dengan melakukan zikir dan doa ditutup dengan membalurkan air presan ke batu mesan.
Prosesi selanjutnya, setelah pulang dari makam, dilakukan pengisian Ancak yang dipimpin oleh seorang kyai penghulu yang diawali dengan pembacaan doa oleh kyai.
Pengisian ancak diawali dengan membuat Nasi aji sejumlah Almarhum dan almarhumah yang diupacarakan.
Selanjutnya runtutan ancak diisi dengan lauk pauk yang berisi ayam panggang, jajan – jajan salawat yang berbagai macam, dan berbagai aneka ragam buah-buahan yang merupakan simbolisasi dari organ tubuh manusia. Misal, bubur putih dan bubur merah melambangkan darah merah dan darah putih dan seterusnya.
Setelah pembuatan ancak selesai, prosesi lanjutannya adalah meroah selamat gawe Nyoyang dengan membaca qulhu Fateha, zikir, doa dan seterusnya yang dipimpin oleh kyai penghulu. Prosesi ini dilakukan sebelum sholat Jumat. Setelah itu dilakukan makan begibung para undangan seluruhnya.
Pada baqda sholat jumat, prosesi dilanjutkan dengan yerah sedeqah salawat “anak pati putu ning Adam” (almarhum dan almarhumah yang dikaryanin / digaweang / kerjakan), diawali dengan hatamal Al’quran, dan dilanjutkan dengan nyerah sedeqah salawat tersebut (sedeqah selawat ini berupa bekal hidup almarhum dan almarhumah selama hidup di dunia yakni matak masak sarwa sarwi merua sari).
Dalam penyerahan sedeqah salawat tersebut dilakukan oleh wali penyerah dan wali penampi (penerima). Wali penyerah menyerahkan semua sedeqah salawat anak pati putu ning adam yang dibawa oleh sanak keluarga almarhum dan almarhumah dengan Bahasa penyerah sebagai berikut:
“Adam hambawa , Muhamad nyerahaken, Allah Kang nerima, kasaksinin antuk malaikat Catur kiblat , malaikat jibrail , malaikal mikail , malaikat isrofil lan malaikat ijrail, wajib perlu karna Allah 3X Allahumassalliala sayyidina Muhammad, waala ali sayyidina Muhammad.
Sarwa sarwi merua sari 3x, perlu wajib karena allah“.
Selanjutkan wali penampi menerima penyerahan sadeqah salawat tersebut dengan bahasa yang sama dari pembayun penyerah.
Setelahnya dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh salah seorang kiyai pengulu dilanjutkan dengan prosesi salam-salam yang diikuti oleh seluruh keluarga besar dari almarhum-almarhumah yang diupacarakan.
Kemudian Sedekah selawat diberikan kepada masing masing penghulu/kiyai untuk dibagikan kepada yang berhak menerima.
Sedangkan isi dari ancak dibagikan kepada keluarga-masyarakat yang mengikuti upacara tersebut.
Dibalik acara nyoyang setidaknya terselip tiga pesan moral. Pertama, ekspresi cinta kasih, bukti bhakti dan kesetiaan anak cucu kepada leluhurnya. Kedua, momentum sillaturrahmi keluarga besar. Ketiga, spirit gotong royong dan kebersamaan komunitas.