Polda NTB didesak usut tuntas kematian Rizkil Watoni secara terbuka dan professional

Lombokvibes.com, Mataram – Kasus kematian Rizkil Watoni, pemuda Desa Sesait yang diduga mengakhiri hidupnya akibat tekanan mental usai diperiksa di Polsek Kayangan, Lombok Utara, mendapatkan sorotan tajam. Rizkil yang sebelumnya disangka mencuri ponsel di toko modern di Kecamatan Kayangan, kini meninggalkan keluarga tercintanya.

Rizkil sendiri nekad mengakhiri hidupnya pasca mendapatkan terror oknum polisi yang diduga memerasnya dengan sejumlah uang. Dugaan aksi pemerasan itu berawal dari Rizkil yang salah mengambil ponsel yang disangka miliknya beberapa waktu lalu.  

Rizkil sendiri telah mengembalikan ponsel tersebut disertai dengan uang denda Rp2 juta rupiah. Namun, laporan yang sudah dibuat oleh pemilik ponsel ke pihak kepolisian menyebabkan Rizkil dipanggil untuk pemeriksaan.

Dalam proses mediasi yang berlangsung cukup lama di kantor Polsek, Rizkil diminta tetap berada di kantor polisi meskipun sudah menyadari bahwa ponsel tersebut bukan miliknya dan telah dikembalikan.

Pengacara Publik Yan Mangandar Putra SH., MH., menyebut tindakan itu merupakan tindakan yang tidak profesional dan tidak peka terhadap kondisi psikologis korban.

(Foto: Yan Mangandar Putra MH., Pengacara Publik dan Dosen FH UMMAT)

“Tindakan pihak kepolisian yang memaksa Rizkil tetap berada di kantor Polsek ini memengaruhi kondisi mentalnya. Tindakan ini sangat berlebihan, mengingat masalah yang sebenarnya hanya kesalahpahaman,” tuding Yan Mangandar.

Dosen FH UMMART itu juga menyebutkan, kasus ini seharusnya bisa diselesaikan dengan cara yang lebih bijak dan tidak perlu melibatkan tindakan yang dapat menekan korban.

“Polsek Kayangan seharusnya lebih memahami kondisi mental masyarakat, terutama dalam menangani masalah yang bersifat ringan dan bisa diselesaikan dengan mediasi,” tegasnya.

Dia menambahkan, bahwa upaya paksa yang dilakukan Polsek, yang mengharuskan korban tetap berada di kantor polisi, jelas bertentangan dengan prinsip keadilan.

“Penyelesaian kasus ini seharusnya dapat dilakukan dengan cara yang lebih terbuka, mengedepankan mediasi, dan tanpa adanya tekanan yang dapat merusak kondisi psikologis korban. Tindakan yang dilakukan oleh Polsek justru memperburuk kondisi korban,” tambahnya.

Atas kejadian ini, masyarakat dan berbagai kalangan mendesak Polda NTB untuk melakukan penyelidikan yang transparan dan terbuka terkait kematian Rizkil Watoni. Mereka menuntut agar proses hukum yang dijalankan dapat dipertanggungjawabkan, dan tidak ada yang ditutup-tutupi dalam proses penyelidikan ini.

“Kami mendesak Polda NTB untuk membuka penyelidikan ini secara transparan. Kasus kematian Rizkil harus diusut secara tuntas dan pihak yang bertanggung jawab atas tekanan mental yang dialami korban perlu dipertanyakan,” tegas Yan Mangandar.

Dia juga mengusulkan agar Polda NTB membentuk Tim Khusus yang melibatkan pihak luar, seperti Ombudsman dan akademisi, untuk memastikan keadilan dalam penyelidikan ini.

Selain itu, dia juga meminta agr Polsek Kayangan lebih bijak dalam menangani kasus-kasus ringan yang seharusnya bisa diselesaikan dengan cara damai. Banyak yang menilai bahwa Polsek cenderung kurang peka terhadap kondisi sosial masyarakat, yang pada akhirnya menyebabkan ketidakpercayaan terhadap aparat kepolisian.

 “Polsek harus bisa menjadi pelindung bagi masyarakat, bukan justru menambah masalah. Institusi kepolisian harus lebih dekat dengan masyarakat dan mengedepankan pelayanan yang manusiawi,” tegasnya. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *