Pilkada usai, polarisasi politik belum selesai: waspadai isu SARA pemicu konflik perpecahan

Lombokvibes.com, Lombok Utara- Tahapan Pilkada 2024 telah memasuki tahap akhir, yakni hanya menunggu penetapan hasil pemenang dari Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI). Tahapan Pilkada 2024 ini dapat dikatakan telah usai, namun masih saja tersisa bumbu-bumbu Pilkada yang mencuat dan menimbulkan kericuhan, atau yang disebut dengan polarisasi politik.

Fenomena polarisasi politik ini, sebetulnya, dapat terlihat jelas pada saat penyelenggaraan Pilkada, namun juga masih bisa ditemukan pasca Pilkada saat ini, baik dalam cakupan nasional maupun daerah. Sebagai contohnya adalah, apa yang saat ini masih terjadi di Pilkada Kabupaten Lombok Utara (KLU).

Namun, sebetulnya, apa sih polarisasi politik itu?

Polarisasi Politik

Polarisasi politik dapat diartikan secara sederhana sebagai gejala keterbelahan masyarakat ke dalam dua kubu politik yang berseberangan yang secara tajam. Keterbelahan ini dilatarbelakangi oleh kebencian terhadap suatu agama atau etnik tertentu, atau dengan menguatnya politik identitas dan penggunaan media sosial.

Gejala munculnya polarisasi politik biasanya sangat mudah dilihat dengan munculnya ejekan atau serangan ke masing-masing kubu. Ejekan atau panggilan-panggilan yang berbau rasis dan radikal menjadi penanda dari polarisasi politik ini.

Melihat Polarisasi Politik: serangan identitas pada  Pilkada NTB 2024 baik pada saat Pra, D-day, dan pasca Pilkada

Serangan-serangan identitas pada Pilkada 2024 di NTB sangat terlihat jelas baik sebelum dimulai tahapan Pilkada, saat pelaksanaan Pilkada maupun Pasca Pilkada.

Serangan politik identitas yang mewarnai Pilkada NTB ini sempat menggemparkan. Seperti adanya bias gender, dimana gender perempuan yang diragukan bahkan tidak diperbolehkan menjadi pemimpin. Gender perempuan dipandang tidak capable sebagai leader.

Hal ini dapat dilihat ketika Dr.H.Sitti Rohmi Djalillah, mantan Wakil Gubernur NTB, menyatakan mencalonkan diri. Namun, beragam komentar masyarakat, khususnya di media sosial, mendeskreditkan sosok Rohmi. Bahwa, seorang perempuan tidak pantas menjadi pemimpin.

(Foto: Tangkapan layar komentar netizen ketika Mantan Wagub NTB Sitti Rohmi memantapkan diri menjadi calon gubernur/Facebook: Ahmad Junaidi)

Sementara, serangan identitas lainnya juga terlihat di Pilkada Lombok Utara, dimana beragam berita bohong/Hoaks terkait isu kesehatan salah satu Paslon menyebabkan tahapan-tahapan Pilkada ditunda. Pada saat tahapan Pilkada masih berlangsung, Hoaks mengenai isu kesehatan Calon Bupati yang saat ini sudah terpilih menjadi Bupati KLU 2024-2029, yakni Najmul Akhyar, sempat mewarnai media sosial. Isu kesehatan Najmul dinarasikan dengan berbagai klaim hoaks.

(Foto: Tangkapan layar isu Hoaks, salah satunya tudingan terhadap KPU mengundur jadwal debat dikarenakan Cabup Najmul Akhyar sakit/dok.Facebook: KLU Bicara Fakta)

Dan nyatanya, serangan identitas yang menjadi bahan bakar polarisasi politik itu masih terjadi pasca Pilkada saat ini.

Sebagai contohnya, apa yang saat ini tengah hangat di Kabupaten Lombok Utara. Bahwa, isu salah satu DPRD NTB Dapil wilayah KLU dan Lombok Barat, Sudirsah Sujanto, tengah dipersoalkan pasca fotonya beredar di salah satu masjid saat memberikan sambutan pada acara reses dewan. Dia dituding tidak menghargai umat Muslim dan semena-mena terhadap tempat peribadatan, karena sebagai umat non muslim, tidak seharusnya berada di masjid meski telah mengantongi surat izin.

Permasalahan ini terus digembar-gemborkan di media sosial sehingga memicu kegaduhan. Terlebih diksi-diksi yang digunakan di sosial media sangat memicu konflik antar agama dan ras.

Buntut dari permasalahan ini, beberapa oknum yang mengunggah postingan foto itu dilaporkan ke Polisi. Mereka, dituntut dengan UU ITE atas pencemaran nama baik.

Polarisasi Politik dan Hoaks

Polarisasi dan Hoaks sangat berkaitan satu sama lain. Semakin banyak hoaks yang muncul, maka semakin terjadi gejala polarisasi itu. Suasana semakin terbakar dan situasi semakin pecah.

Hoaks dalam bentuk disinformasi atau yang disebut dengan menyebarkan sesuatu yang keliru/bohong, menjadi salah satu cara yang dilakukan untuk memperkuat polarisasi politik ini.

Hal Ini dilakukan oleh pasukan buzzer atau tim siber tertentu untuk mempertajam perpecahan di antara masyarakat, maupun masyarakat versus politik itu sendiri.

Waspadai dampak polarisasi : isu SARA yang digoreng untuk memecah-belah

Dampak polarisasi politik ini sangat berbahaya. Polarisasi politik bisa merusak aspek demokrasi dan sikap masyarakat terhadap isu publik. Polarisasi politik juga bisa meningkatkan intoleransi dan kekerasan.

Bayangkan saja, jika antar masyarakat yang berbeda agama dan suku, tersulut untuk saling menyerang hanya karena isu yang terus digoreng oleh oknum tertentu yang memiliki kepentingan.

Saat ini, di beragam media sosial, polarisasi politik yang berupa hoaks dan serangan identitas menyinggung isu SARA marak terjadi. Seperti halnya contoh kasus di Lombok Utara, ketika sebuah foto diwarnai dengan narasi yang menyinggung dan cenderung rasis.

(Foto: Tangkapan layar salah satu postingan yang menggunakan diksi provokatif/dok.Facebook KLU Bicara)

Lalu, apa yang bisa kita lakukan?

Saat ini tahapan Pilkada telah usai. Sebagai masyarakat, kita harus bisa menerima siapapun yang telah diamanatkan untuk memimpin. Kawal kebijakannya dengan baik dan saatnya bijak membaca dan menanggapi sebuah isu. Salah satu cara yang bijak adalah dengan mengabaikan isu yang berbau SARA yang sedang digoreng oleh oknum yang berkepentingan.

Jika kita gemar bermedia sosial, beberapa  cara yang bisa dilakukan untuk menekan sebaran Hoaks, isu serangan identitas yang memperkaya polarisasi politik ini.

1. Abaikan dengan menekan tombol titik 3 di pojok kanan postingan, pilih menu ‘tidak tertarik’

2. Tekan tanda X untuk melaporkan akun tersebut kepada platform yang ada. Beritahu alasan hingga platform bisa menyetujui usulan Anda

3. Ajak teman sosial media yang lain untuk melakukan hal yang sama agar oknum tersebut merasa terabaikan

4. Jika Anda tergabung di dalam grup media sosial, usulkan ke admin untuk menyaring konten/isu serangan identitas yang berbau SARA dan lainnya

5. Tetap sebarkan hal yang positif dan jangan mudah terpancing. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *