Lombokvibes.com, Lombok Barat- “Pak, puk, pak, puk,“- suara ketupat jatuh bersamaan dengan suara riuh sorakan ramai masyarakat yang memadati acara puncak Perang Topat Lingsar, Lombok Barat, 15 Desember 2024.
Meski hujan membasahi tubuh, namun masyarakat tenggelam dalam keseruan yang berbalut kesakralan Perang Topat.
Perang Topat Lingsar sendiri merupakan festival budaya yang memadukan unsur-unsur agama, adat, dan sejarah di Desa Lingsar, Kabupaten Lombok Barat.
Perang Topat Lingsar memiliki akar sejarah yang panjang dan berkaitan erat dengan keberagaman agama di Lombok. Festival ini pertama kali dilaksanakan pada abad ke-16, sebagai bentuk perayaan keagamaan yang menggabungkan dua kelompok besar di Lombok, yaitu umat Hindu Sasak dan umat Islam.
Asal usul nama “Topat” berasal dari kata “tupat” atau “ketupat,” yang merujuk pada ketupat, makanan tradisional yang terbuat dari beras yang dibungkus dengan daun kelapa. Sedangkan “Lingsar” adalah nama daerah di mana perayaan ini dilakukan.
Kedua kelompok ini—umat Hindu dan Muslim—merayakan perayaan ini dengan membuang ketupat yang telah dimasak ke arah satu sama lain sebagai simbol perdamaian, persatuan, dan rasa saling menghormati meskipun memiliki perbedaan agama dan budaya.
Tradisi Perang Topat dan Pujawali ini adalah simbol keharmonisan dan kerukunan antara Suku Sasak yang mayoritas beragama Islam dan Suku Bali yang beragama Hindu di pulau Lombok.
Pj Gubernur NTB, Hassanudin mengatakan, senang dan bahagia bisa hadir untuk pertama kalinya dengan suasana harmoni dalam keberagaman lingkungan yang baik.
“Ini semua secara implementasi sudah kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari,” ungkapnya.
Ditambahkan Hasanuddin, hal ini tidak mudah karena ini merupakan titipan dari para pendahulu namun tanggungjawab moral harus terus dilanjutkan kepada generasi muda selanjutnya.
“Mari kita senantiasa bergembira bersukaria karena ini juga bagian dari peringatan HUT NTB ke-66,” pungkasnya.
Sementara itu, Pj Bupati Lombok Barat, H. Ilham S. Pd., M. Pd., menyampaikan event perang topat dan pujawali ini merupakan event tahunan yang diselenggarakan di pura Lingsar.
“Tradisi ini sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah sekaligus bagian dari upacara pujawali menggunakan sajian berupa ketupat,” ungkapnya.
Selain itu, kegiatan ini dimulai dengan ritual kemaliq di pura Lingsar, kemudian antara umat muslim dan Hindu melakukan tradisi saling lempar ketupat.
“Tradisi saling lempar ketupat ini sebagai perwujudan toleransi dan pluralisme yang hidup terjaga ditengah-tengah masyarakat,* pungkasnya.
Tak lupa Pj Bupati mengajak masyarakat untuk menjaga dan melestarikan budaya agar tetap hidup dan berkembang di tengah masyarakat sehingga kerukunan dan kedamaian terus berlanjut hingga anak cucu dimasa-masa yang akan datang.