Lombokvibes.com, Mataram – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar kegiatan Bimbingan Teknis Petugas Antar Kerja 2024, yang diikuti oleh 28 peserta dari berbagai instansi terkait, seperti pejabat fungsional pengantar kerja, petugas antar kerja dari Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota se-NTB, Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta (LPTKS), Bursa Kerja Khusus (BKK) dan Bursa Kerja Swasta (BKS), Anjungan SiapKerja, serta P3MI (3 perusahaan).
Kegiatan Bimbingan Teknis tersebut berlangsung selama 3 hari, mulai 24 hingga 26 April 2024, di Kota Mataram. Peserta mendapatkan pemahaman yang mendalam melalui narasumber dari berbagai bidang, termasuk BPVP Lombok Timur, Widyaiswara, Psikolog, dan Pemerhati Ketenagakerjaan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H, mengatakan, materi Bimtek difokuskan pada langkah-langkah preventif untuk menghindari rekrutmen dan penempatan non prosedural, terutama dalam konteks penempatan PMI yang harus mematuhi Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI.
Aryadi menjelaskan bahwa sebelumnya, rekrutmen CPMI dilakukan oleh Petugas Lapangan (PL) atau calo, yang tidak berafiliasi dengan perusahaan atau instansi resmi. Namun, dengan adanya perbaikan melalui Undang-Undang tersebut, rekrutmen CPMI kini dilakukan oleh Petugas Antar Kerja yang ditunjuk perusahaan dan berlangsung di kota/kabupaten, sehingga istilah PL tidak lagi digunakan.
Selain itu, Aryadi menegaskan pentingnya peran petugas antar kerja dalam memberikan informasi yang jelas terkait pasar kerja kepada para calon pekerja, baik untuk pasar kerja dalam negeri maupun luar negeri. Dia juga memperingatkan tentang pentingnya kesesuaian antara Job Order yang dibuka oleh perusahaan dengan jabatan yang direkrut, untuk menghindari kasus penempatan yang tidak sesuai.
Pada kesempatan tersebut, Aryadi juga mengungkapkan bahwa modus penempatan non prosedural terkadang dimanfaatkan oleh calo/tekong, dengan memanfaatkan celah dalam kebijakan konversi visa di beberapa negara penempatan.
“PMI yang menggunakan jalur non prosedural akan berisiko tidak mendapatkan perlindungan yang memadai, dan sulit bagi pemerintah untuk memberikan bantuan jika terjadi masalah,” tegasnya.
Namun, Aryadi juga menyampaikan bahwa melalui upaya preventif yang gencar dari berbagai pihak, kasus penempatan non prosedural PMI telah mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir. Disnakertrans NTB dan Polda NTB aktif dalam penanganan kasus-kasus terkait, termasuk menangani tersangka TPPO baik dari P3MI, LPKS, maupun perorangan.
“Persyaratan yang diberlakukan pemerintah tidak bertujuan untuk memberatkan warganya, tetapi sebagai upaya melindungi mereka,” sambung dia.
Dia juga menegaskan, bahwa bekerja di luar negeri adalah hak setiap orang, dan pemerintah memiliki kewajiban untuk memfasilitasi agar penempatan kerja dilakukan secara prosedural dan aman bagi para PMI.