Lombokvibes.com, Jakarta – Forest Watch Indonesia menyatakan kondisi terkini terkait nasib pulau-pulau kecil di Indonesia. Setidaknya terdapat 19.108 pulau kecil di Indonesia mengalami keterancaman.
Untuk itu, FWI mendesak para calon presiden dan wakil presiden 2024-2029 untuk memberikan atensi kepada isu ini.
Anggi Putra Prayoga Manajer Kampanye, Intervensi Kebijakan, dan Media FWI menjelaskan, luas pulau-pulau kecil di Indonesia mencapai 6,99 juta Ha atau setara 105 kali luas arta. Pulau-pulau kecil merupakan aset sumber daya yang akan habis dan tenggelam jika salah dalam pendekatan pengelolaannya.
“Nasib pulau-pulau kecil di Indonesia berada dalam keterancaman. Setidaknya terdapat 3 pendekatan pengelolaan pulau-pulau kecil yang dinilai keliru sampai saat ini, dan berpotensi menghilangkan peran dan fungsi pulau-pulau kecil sebagai sebuah aset negara,” kata Anggi.
Pertama, menyamakan pulau-pulau kecil dengan pulau utama atau pulau besar. Kedua, menyamakan pulau kecil yang satu dengan pulau kecil lainnya. Misal seperti pulau kecil yang berada di selat dengan pulau kecil yang berada di perairan samudera. Ketiga, banyak tangan hingga banyak beban izin di pulau-pulau kecil.
Pulau kecil di Indonesia sendiri, katanya, sudah berada dalam kavling-kavling konsesi perusahaan dengan total luas mencapai 874 ribu Ha, dan sejumlah 242 pulau kecil di Indonesia dalam konsesi tambang dengan luas mencapai 245 ribu Ha.
“Hasil catatan FWI menyebutkan bahwa nilai deforestasi di pulau-pulau kecil mencapai 318,5 ribu hectare, atau setara 3 persen dari nilai deforestasi nasional,” tegasnya.
FWI pun menuntut janji para capres dan cawapres untuk selamatkan pulau-pulau kecil di Indonesia.
Mejelang debat Cawapres ke-empat yang akan dijadwalkan pada akhir pekan ini bertemakan “Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa”, penting untuk melihat kembali status dan kondisi pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia yang terancam akibat tambang.
Setiap masing-masing paslon 01,02,03 telah merumuskan program visi-misi yang jika dikaitkan dengan janji-janji lingkungan untuk pulau kecil, yakni Anies – Muhaimin terdapat visi keadilan ekologis berkelanjutan, dan membangun kota juga desa berbasis kawasan manusiawi, berkeadilan dan saling memajukan. Pada pasangan Prabowo – Gibran, terdapat visi mengembangkan agro-maritim industri. Dan Ganjar – Mahfud, terdapat visi pembangunan ekonomi yang memperhatikan kelestarian lingkungan.
Aktivitas pertambangan di pulau kecil dapat menyebabkan rusaknya lingkungan, hutan, tercemarnya sungai dan sumber air tanah, serta menurunnya produktivitas perikanan dan pertanian. Operasi pertambangan juga menghilangkan ruang produksi pangan warga. Prinsip padiatapa yang tidak dijalankan selama tambang beroperasi menyebabkan tingginya konflik agraria dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
“Implikasinya pertambangan merusak banyak aspek seperti tatananperikanan, kelautan, pesisir & pulau kecil, pertanian, kelembagaan sosial, dan ekonomi masyarakat kelompok marjinal seperti masyarakat adat dan nelayan,” katanya.
Prof.Dr.Ir. La Ode M. Aslan, M.Sc, Kelautan Perikanan Pesisir dan PPK dari Universitas Halu Oleo menyatakan bahwa berdasarkan pasal 23 ayat 2 UU27/2007, tidak ada satu point pun yang membolehkan sektor tambang bisa masuk di pulau kecil, dan ini merupakan pelanggaran hukum berat. Pulau-pulau kecil menghadapi masalah ketertinggalan infrastruktur, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, pelanggaran aturan yang merusak ekosistem, pencemaran, dan kehilangan kawasan produktif ujarnya.
Sementara, Prof. Dr. Ir. Agustinus Kastanya , MS, Kehutanan, Universitas Pattimura, mengatakan bahwa penyelamatan pulau-pulau kecil hanya bisa terjadi jikalau pertambangan dan seluruh proses yang bersifat destruktif harus diberhentikan. Kami memiliki penelitian dari universitas tentang karakteristik ini tidak mendukung pertambangan atau pembangunan yang merusak lahan, terutama hutan. Pulau kecil memiliki daya tampung dan daya dukung yang rendah, sehingga aktivitas pertambangan dianggap merusak dan mengikis permukaan bumi.
Selanjutnya, Dr. Ir. Sitti Marwah, M.Si, ahli Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Universitas Halu Oleo, menjelaskan mengenai gambaran dampak buruk pertambangan nikel yang digunakan sebagai material penting dalam industri kendaraan listrik. Pertambangan di pulau kecil memiliki dampak buruk yang lebih besar karena mengubah topografi, kontur, dan wilayah das sehingga masyarakat harus kehilangan sumber air bersih seiiring hilangnya fungsi ruang sebagai konservasi air dan tanah.
Selain itu, Hafidah Nur S.P., M.Si, dari Universitas Halu Oleo, menyatakan dampak sosial seperti pelanggaran HAM yang meningkat serta konflik kepentingan antar aktor di lokasi tambang. Menurutnya, pertambangan di daerah pesisir dan pulau kecil justru mendorong pada penyalahgunaan kewenangan. Beroperasinya tambang di pulau kecil yang ada saat ini melalui izin dari Gubernur, namun berdasarkan UU Nomor 27 tahun 2007 jo. UU Nomor 1 Tahun 2014, aktivitas tambang tidak diperbolehkan di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil.”
Sedangkan, Ir. Robiatul Adawiyah, M.Si, dari Universitas Halu Oleo, menyatakan bahwa lahan bekas tambang itu sulit untuk dipulihkan. Sifat tanah pada lahan eks tambang telah menunjukan kehilangan kesuburan tanah yang dapat menyebabkan hilangnya lahan untuk pertanian. Selain itu, lahan eks tambang terkontaminasi logam berat sehingga bersifat toksik, menghambat pertumbuhan normal tanaman dan menimbulkan risiko akumulasi logam berat pada tanaman, yang dapat membahayakan kesehatan manusia atau hewan yang mengonsumsinya.
Dari pemaparan para pakar tersebut, FWI pun mendesak agar para capres dan cawapres merealisasikan janji untuk isu ini. Sudah seharusnya 2024 ini menjadi tahun yang tepat bagi para calon pemimpin bangsa yang sedang berkontestasi dari pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD untuk melihat situasi ini.
“FWI dan Forum Akademisi Timur Melawan Tambang Di Pulau Kecil menyoroti perlunya perhatian dan tindakan serius untuk menghentikan pertambangan di pulau kecil dan memitigasi dampak buruk pertambangan di pulau-pulau kecil. Selain itu dengan tegas menuntut perhatian dan langkah-langkah tindakan dari calon presiden dan calon wakil presiden untuk menghentikan aktivitas tambang di pulau-pulau kecil serta merevisi peraturan UU Cipta Kerja yang dianggap menjadi jalan eksploitasi pertambangan di pulau kecil. Dampak-dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan di pulau kecil tidak sebanding dengan fungsi-fungsi ekologis yang hilang, karena rusaknya lingkungan dan daya dukung lahan yang sangat parah di pulau kecil,” tegas Anggi. (**)