Lombokvibes.com, Mataram– Belakangan ini isu KBGO atau kekerasan berbasis gender online sedang marak diperbincangkan. Kekerasan berbasis gender ini memang masih bias di masyarakat.
Naila Rizqi Zakiah dari Jakarta Feminist menyebut, kekerasan berbasis gender ini memang memicu kekerasan seksual dan biasanya terjadi pada perempuan.
Sementara, dari definisi sendiri, Naila menyebutkan, kekerasan berbasis gender adalah kekerasan yang ditujukan kepada seseorang karena ekspektasi gender atau peran yang mereka miliki dalam suatu
masyarakat atau budaya. Kekerasan berbasis gender menyoroti dimensi gender
(relasi kuasa) dari berbagai tindak kekerasan.
Sedangkan, kekerasan seksual adalah perilaku dan/atau pendekatan yang berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan, berbasis gender,
dan termotivasi oleh bias gender.
“Ada dinamika kekuatan (relasi kuasa) yang secara terus menerus mengingatkan akan
kerentanan,” terang Naila pada saat Pelatihan Jurnalis Perempuan yang diselenggarakan oleh Konde.co dan KatongNTT, yang digelar secara daring, Sabtu (25/5/2024).
Lebih jauh dijelaskannya, terdapat empat unsur yang memicu terjadinya KBGS (Kekerasan Berbasis Gender Seksual). Diantaranya, Serangan atas integritas/otonomi
tubuh (seksual dan reproduksi, Dilakukan secara paksa, Tanpa persetujuan, dan Ada ketimpangan relasi kuasa.
Sementara, terdapat beberapa jenis kekerasan yang umumnya terjadi, seperti kekerasan fisik, verbal, mental, ekonomi, seksual, dan online.
Naila menyebut, sampai dengan saat ini KBGS sangat marak terjadi. Namun, hanya 430,000 Kasus KBGS yang terlapor.
“90% pelaku adalah laki-laki dan 80% korban adalah perempuan,” ujarnya di hadapan para peserta.
Pada kekerasan yang diterima oleh korban, terdapat piramida atau tingkatkan level jenis kekerasan yang dilakukan pelaku. Mulai dari Keyakinan dan cara pikir yang mewajarkan kekerasan: rape jokes dan victim blaming, Praktik kekerasan yang merendahkan: catcalling, NCII, pelecehan verbal, dll, Perampasan otonomi: pelecehan seksual, pemaksaan perkawinan, Perkosaan, sampai level Pembunuhan (femisida).
Dampak dari kekerasan yang dialami oleh korban pun beragam. Mulai dari korban menjadi tidak percaya diri atau self esteem rendah, Kehilangan kemandirian, Kehilangan pekerjaan, Luka-luka fisik bahkan sampai disabilitas tetap, Kehamilan tidak diinginkan, Kerusakan alat reproduksi, Depresi sampai pada trauma berat, Gangguan mental PTSD (post traumatic stress disorder), hingga pada Kematian.
“Ini memang sangat luar biasa dampaknya,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia juga memberikan beberapa cara untuk membantu korban kekerasan berbasis gender seksual.
“Pertama, percaya cerita korban. Kemudian, dokumentasikan bukti-bukti, lalu ceritakan pada orang yang dipercayai. Selain itu, juga bisa membangun sistem dukungan. Jauhi pelaku. Cari bantuan. Dan laporkan pelaku!” tegas Naila. (**)