Penulis: Akmal -Penggiat Wayang Sasak di Sanggar Seni Wayang Sasak, Penggiat Kurir Buku Lombok, Penata Artistik dan Cahaya Di Lampaq[K] Art Community dan merupakan Mahasiswa Sendratasik UNU NTB
Wayang Sasak, sebuah seni pertunjukan yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Lombok, Indonesia, merupakan warisan tak ternilai yang patut untuk dijaga dan dilestarikan. Diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan pada tahun 2008, Wayang Sasak bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga penyampai pesan moral dan budaya yang memiliki kedalaman sejarah yang tak terhingga. Dengan menggunakan boneka kulit datar yang diproyeksikan di depan layar, Wayang Sasak menceritakan kisah epik yang kaya akan nilai-nilai hidup, terutama yang bersumber dari hikayat Amir Hamzah.
Wayang Sasak memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari bentuk wayang lainnya, termasuk cerita-cerita yang diambil dari tradisi lokal dan pengaruh Islam yang kuat dalam narasinya. Pertunjukan ini tidak hanya menghibur tetapi juga menyampaikan pesan moral dan nilai-nilai budaya kepada penonton. UNESCO mengakui pentingnya wayang sebagai bentuk seni yang kaya akan nilai-nilai budaya dan sejarah, serta perannya dalam menyatukan komunitas dan mentransmisikan pengetahuan dari generasi ke generasi.
Yang membedakan Wayang Sasak dari berbagai bentuk wayang lainnya adalah cerita-cerita yang sangat kental dengan nuansa lokal, serta pengaruh Islam yang mendalam dalam setiap alur ceritanya. Meski terkadang terlihat terpinggirkan di tengah modernitas dan dominasi hiburan kontemporer, Wayang Sasak tetap bertahan, hidup, dan berkembang berkat cinta serta dedikasi para senimannya. Mereka adalah pahlawan budaya yang, meskipun berjuang dalam keterbatasan, terus melestarikan dan memperkenalkan warisan budaya ini kepada dunia.
Meskipun zaman terus berubah, dengan teknologi digital yang merambah segala aspek kehidupan, para seniman Wayang Sasak, seperti yang tergabung dalam Sanggar Seni Jati Sware di Lombok Barat, terus menggali potensi seni ini dengan penuh semangat.
Sanggar Seni Jati Sware, yang dipimpin oleh Bapak Sukardi, telah mengambil langkah-langkah kreatif untuk memadukan elemen tradisional dan modern. Salah satu karya kolaboratif mereka, “Pertale Gumi Paer,” merupakan contoh nyata bahwa seni tradisional dapat beradaptasi dengan kemajuan zaman tanpa kehilangan esensinya. Kolaborasi ini menggabungkan wayang kulit, tari, puisi, musik, dan bahkan teknologi digital, membuktikan bahwa meskipun berakar pada tradisi, seni ini tetap relevan dan mampu menyentuh generasi muda yang hidup di era digital.
Namun, perjuangan para seniman ini tidaklah mudah. Mereka tidak hanya menghadapi tantangan finansial yang besar, tetapi juga kesulitan dalam mendapatkan perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Di tengah kemeriahan acara besar seperti MotoGP dan pesatnya perkembangan pariwisata, seni tradisional seperti Wayang Sasak kerap terpinggirkan. Para seniman, yang seharusnya dihargai dan didukung, justru berjuang sendirian untuk mendapatkan ruang dan kesempatan.
Penting bagi kita untuk menyadari bahwa seni tradisional seperti Wayang Sasak bukanlah sesuatu yang harus dilupakan begitu saja di tengah arus kemajuan zaman. Sebaliknya, seni tradisional harus dilestarikan dan mendapat dukungan yang lebih besar dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Oleh karena itu, sudah saatnya kita memperhatikan kembali pentingnya seni ini, bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai penghubung antar generasi dan penjaga nilai-nilai luhur budaya kita.
Kebijakan pemerintah yang ada, seperti Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 16 Tahun 2021 mengenai Pemajuan Kebudayaan, seharusnya menjadi pijakan yang kuat untuk mendukung para seniman tradisi. Sayangnya, implementasi perda ini sering kali tidak menjangkau mereka yang berjuang di dunia seni tradisional, seperti para seniman Wayang Sasak. Sosialisasi yang lebih luas, penyederhanaan proses birokrasi, dan perhatian yang lebih merata terhadap semua bentuk seni, termasuk yang kurang dikenal, perlu segera diimplementasikan.
Lebih dari itu, langkah konkret seperti mengintegrasikan muatan lokal dalam kurikulum pendidikan, mendirikan institusi pendidikan tinggi seni budaya lokal, dan memberikan ruang bagi seni tradisional dalam program pariwisata dapat membuka peluang yang lebih besar bagi Wayang Sasak dan seni tradisional lainnya. Generasi muda perlu diajarkan untuk menghargai warisan budaya ini, bukan hanya sebagai penonton, tetapi sebagai pelaku yang turut melestarikan dan mengembangkannya.
Seniman Wayang Sasak adalah penjaga warisan budaya yang tak ternilai harganya. Mereka adalah saksi hidup bahwa dengan cinta dan dedikasi, tradisi dapat bertahan bahkan berkembang di tengah arus kemajuan zaman. Untuk itu, marilah kita memberikan dukungan yang layak bagi mereka, agar kekayaan budaya ini tidak hanya bertahan, tetapi juga semakin dikenal di seluruh dunia. Hanya dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan seniman, kita dapat memastikan bahwa seni tradisional ini terus berkembang, dihargai, dan diwariskan kepada generasi yang akan datang.