Penulis: Steven Ichal Rigel
Lombokvibes.com, Mataram– Menanggapi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan terbaru yang telah berlaku sejak tanggal 03 Agustus 2022, penerapan akomodasi pendekatan keadilan restoratif dalam sistem pemasyarakatan adalah sebuah langkah menuju transformasi paradigma dalam penegakan hukum yang tidak hanya mempertimbangkan hukuman terhadap pelaku kejahatan, tetapi juga memperhatikan proses rekonsiliasi dan restorasi terhadap kerugian yang diakibatkan oleh tindakan kriminal.
Pendekatan ini menekankan pentingnya pemulihan baik bagi korban maupun pelaku tindak pidana, dengan memberikan ruang bagi proses perdamaian yang memungkinkan untuk memperbaiki hubungan yang terganggu akibat kejahatan. Bahasan ini melibatkan serangkaian konsep yang melampaui konvensionalitas sistem penjara, menjadikan narapidana, korban, dan masyarakat secara keseluruhan sebagai pemangku kepentingan penting.
Pertama-tama, diskusi dimulai dengan pemahaman yang mendalam tentang apa sebenarnya keadilan restoratif. Salah satu aspek penting yang diatur adalah memberikan kesempatan kepada narapidana untuk melakukan perdamaian dengan korban. Hal ini bukan sekadar penggantian sistem hukum yang ada dengan pendekatan yang lebih “lembut”, tetapi sebuah filsafat yang menekankan tanggung jawab, rekonsiliasi, dan pembangunan hubungan yang lebih baik antara pelaku kejahatan, korban, dan masyarakat. Keadilan restoratif berfokus pada pemulihan kerusakan yang diakibatkan oleh kejahatan, sambil mempromosikan pertanggungjawaban pribadi dan sosial.
Peran narapidana menjadi pusat perhatian dalam konteks ini. Mereka tidak lagi hanya dianggap sebagai pelaku kejahatan yang harus dihukum, tetapi juga sebagai individu yang memiliki potensi untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka dan memperbaiki dampak negatifnya.
Dalam sistem pemasyarakatan yang menerapkan keadilan restoratif, narapidana diberi kesempatan untuk terlibat dalam proses perdamaian dengan korban. Hal ini membuka pintu bagi refleksi pribadi, penyesuaian perilaku, dan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.Pentingnya perdamaian dengan korban menjadi titik sentral dalam bahasan ini.
Proses perdamaian tidak hanya memberikan kesempatan bagi narapidana untuk meminta maaf dan memberikan kompensasi kepada korban, tetapi juga membantu korban dalam proses pemulihan mereka. Langkah ini merupakan upaya yang signifikan dalam mendukung pemulihan psikologis korban, suatu aspek yang sering diabaikan dalam sistem hukum konvensional yang lebih memusatkan perhatian pada penegakan hukuman terhadap pelaku.
Tantangan dalam menerapkan keadilan restoratif juga menjadi bagian penting dari bahasan RUU Pemasyarakatan terbaru. Kendala-kendala seperti kurangnya dukungan dari masyarakat atau ketidaksetujuan korban untuk berpartisipasi dalam proses restoratif tidak dapat diabaikan begitu saja. Oleh karena itu, pengukuran keberhasilan dari pendekatan keadilan restoratif memerlukan pertimbangan yang lebih lanjut. Hal ini karena keberhasilan tidak hanya dapat diukur berdasarkan tercapainya perdamaian antara narapidana dan korban, tetapi juga melibatkan indikator-indikator lain seperti tingkat residivisme atau tingkat kepuasan korban.
Dengan demikian, evaluasi keberhasilan pendekatan keadilan restoratif memerlukan penggunaan beragam metrik yang mencerminkan dampaknya terhadap pemulihan individu, masyarakat, dan sistem peradilan pidana secara keseluruhan.
Pendekatan Restoratif Era VUCA
Penerapan pendekatan keadilan restoratif dalam sistem pemasyarakatan merupakan salah satu bentuk inovasi yang penting dalam menghadapi tantangan Era VUCA. Dalam konteks volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas yang cepat berubah, pendekatan keadilan restoratif dapat menjadi alat yang efektif untuk menanggapi dinamika yang kompleks dalam sistem pemasyarakatan.
Pertama, pendekatan keadilan restoratif menawarkan fleksibilitas yang diperlukan untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi yang tak terduga. Alih-alih mengandalkan pendekatan yang kaku dan terpusat pada hukuman, pendekatan keadilan restoratif memungkinkan respons yang lebih sensitif terhadap kebutuhan dan dinamika individu serta situasi. Ini memungkinkan sistem pemasyarakatan untuk lebih responsif terhadap volatilitas dan ketidakpastian dalam lingkungan yang terus berubah.
Kedua, pendekatan keadilan restoratif mempromosikan kolaborasi dan keterlibatan aktif semua pemangku kepentingan, termasuk narapidana, korban, dan masyarakat. Dalam konteks kompleksitas, di mana masalah kriminal sering kali melibatkan sejumlah faktor yang saling terkait, kolaborasi lintas sektor dan partisipasi aktif dari berbagai pihak dapat membantu mengatasi kompleksitas tersebut. Pendekatan keadilan restoratif memungkinkan pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam menemukan solusi yang lebih holistik dan berkelanjutan.
Ketiga, pendekatan keadilan restoratif mengintegrasikan prinsip-prinsip restoratif ke dalam praktik pengelolaan pemasyarakatan. Ini termasuk memperbaiki hubungan antara narapidana dan korban, memfasilitasi proses perdamaian dan rekonsiliasi, dan mempromosikan pertanggungjawaban yang berpusat pada pemulihan. Dalam konteks ambiguitas di mana batasan-batasan tradisional antara hukuman dan rehabilitasi menjadi kabur, pendekatan keadilan restoratif membuka jalan untuk pendekatan yang lebih holistik dan berorientasi pada pemulihan.
Dengan demikian, penerapan pendekatan keadilan restoratif dalam sistem pemasyarakatan tidak hanya merupakan respons terhadap Era VUCA, tetapi juga merupakan langkah proaktif untuk mengatasi kompleksitas dan tantangan yang muncul dari lingkungan yang cepat berubah. Dengan mengadopsi pendekatan yang lebih adaptif, kolaboratif, dan berpusat pada pemulihan, sistem pemasyarakatan dapat menjadi lebih tangguh dan responsif terhadap perubahan-perubahan yang tak terduga, sembari tetap berpegang pada prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan.