Lombokvibes.com, Mataram – Konflik hukum antara Yayasan Rumah Sakit Islam (RSI) NTB dan kontraktor Soenarijo memasuki babak baru.
Aset milik yayasan yang dipimpin oleh Lalu Imam Hambali kini terancam dieksekusi setelah Pengadilan Negeri Mataram menerima permohonan eksekusi atas putusan hukum tetap yang memenangkan pihak kontraktor.
Permasalahan ini bermula dari proyek renovasi SDIT Yarsi Mataram yang dikerjakan oleh Soenarijo berdasarkan kontrak dengan nilai Rp 11,2 miliar sejak 11 Juni 2020. Namun pada 29 Juni 2021, pekerjaan dihentikan secara sepihak oleh yayasan tanpa alasan force majeure. Yayasan kemudian menunjuk kontraktor lain untuk melanjutkan proyek yang sama.
Soenarijo mengklaim telah menyelesaikan pekerjaan senilai Rp 7,99 miliar, yang terdiri dari pekerjaan utama sebesar Rp 7,65 miliar dan pekerjaan tambahan sekitar Rp 339 juta. Namun, hingga kini yayasan baru membayar sekitar Rp 5,2 miliar, menyisakan utang sebesar Rp 2,78 miliar yang belum dilunasi.
Setelah melalui proses hukum panjang sejak gugatan dilayangkan tahun 2021, perkara ini telah diputus hingga tingkat Mahkamah Agung melalui putusan nomor 831/PK/Pdt/2024, yang menolak upaya peninjauan kembali dari pihak yayasan. Dengan begitu, putusan Pengadilan Negeri Mataram nomor 273/Pdt.G/2021/PN Mtr tanggal 23 Maret 2022 dinyatakan berkekuatan hukum tetap.
Kuasa hukum Soenarijo, Satrio Edi Suryo SH MH, mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan eksekusi lanjutan pada 28 April 2025. “Kami sebagai pemohon eksekusi telah mengajukan permohonan ke PN Mataram karena sampai sekarang pihak yayasan belum juga melaksanakan putusan pengadilan,” ujarnya.
Pengadilan Negeri Mataram sebelumnya telah melayangkan surat panggilan aanmaning (teguran) kepada pihak yayasan pada 17 Maret 2025 melalui surat nomor 10/Pdt.Eks./2025/PN Mtr. Juru bicara Humas PN Mataram, Lalu Muhammad Sandi Ramaya, membenarkan bahwa proses aanmaning telah dilakukan dan dihadiri oleh kedua belah pihak.
“Panggilan tersebut dihadiri kuasa hukum termohon, dan ketua pengadilan telah mengingatkan agar pihak yayasan bersedia menjalankan putusan pengadilan secara sukarela,” ujarnya.
Jika yayasan tetap mengabaikan perintah hukum, maka pengadilan dapat melanjutkan proses eksekusi dengan menyita dan melelang aset-aset yayasan untuk melunasi kewajiban kepada kontraktor.
Sengketa ini menjadi sorotan publik, mengingat posisi Lalu Imam Hambali sebagai ketua yayasan dan dampaknya terhadap citra lembaga keagamaan tersebut.